Rabu, 10 Agustus 2011
Dari Kesurupan sampai Exorcism
St. Ignatius
No comments
Beberapa waktu lalu, masyarakat gempar. Kali ini bukan lagi oleh bencana alam, kecelakaan atau demo. Betul-betul negara gempar. Yang membuat gempar ialah fenomena kerasukan. Entah setan, entah makhluk halus, yang merasuki dan menyerang di berbagai tempat, bahkan di tempat-tempat yang mestinya bersih dari gangguan gaib.
Fenomena kerasukan (kesurupan) yang terjadi dalam waktu dekat ini ialah 30 karyawan pabrik rokok Bentoel, Malang, Jawa Timur (Jatim) yang kesurupan bersama. Kejadian itu tidak pernah terpikirkan sebelumnya, puluhan bahkan bisa jadi ratusan karyawati PT Bentoel Prima Malang mengalami kesurupan. Kasus itu persis menjangkiti belasan siswi Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah Jombang, Jawa Timur, baru-baru ini beberapa waktu sebelumnya. Kasus ini bermula ketika seorang siswi berteriak-teriak saat jam istirahat lalu disusul belasan siswi lainnya.
Pada beberapa kasus kerasukan, fenomena yang terjadi ialah tiba-tiba seseorang menjerit-jerit. Di pabrik rokok Bentoel, seorang karyawati karyawati unit giling PT Bentoel Prima di Jalan Niaga 2 Kecamatan Sukun, Kota Malang, tiba-tiba menjerit-jerit dan mengoceh sekenanya. Pemain kuda lumping di kampungnya itu seketika menjadi kalap saat mendengar lantunan tembang-tembang jaranan atau kuda lumping yang terdengar dari luar pabrik. Ketika hendak ditolong, justru karyawan lain ikut kerasukan. Seketika kesurupan menimpa sekitar 30 karyawan. Memang tidak biasa, karena kesurupan biasanya dialami anak sekolah berusia remaja.
Di Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah Jombang, Jawa Timur, kasus ini bermula ketika seorang siswi berteriak-teriak saat jam istirahat. Teriakan itu kemudian disusul oleh siswi lainnya yang mencapai belasan. Pihak sekolah segera mendatangkan sejumlah ustad serta wali murid untuk mengusir makhluk halus yang merasuki tubuh korban. Dengan dipimpin ustad Faisal, dilakukan rukyah untuk menyadarkan mereka, ketika dibacakan ayat-ayat suci, banyak di antara korban kesurupan kembali berteriak histeris. Perlu waktu beberapa lama untuk kembali menyadarkan pelajar perempuan yang kesurupan tersebut. Menurut Kepala Sekolah, Hadi Nurhamid, peristiwa yang menimpa pelajarnya itu akibat gangguan makluk halus. Tahun lalu peristiwa serupa juga pernah terjadi, padahal setiap pagi pihak sekolah selalu membacakan ayat Alquran di setiap ruangan kelas sebelum memulai pelajaran.
Lain lagi di SMA Pangudi Luhur (PL) Yogyakarta, tanpa diketahui penyebabnya tiba-tiba para siswi mengalami kesurupan. Mereka bertindak seperti orang yang kehilangan ingatan dan menjerit histeris. Menurut saksi mata, Haryadi (40) yang berada di sekitar gedung sekolah peninggalan zaman Belanda itu, peristiwa itu terjadi secara tiba-tiba. Waktu itu, puluhan siswa yang mayoritas putri itu tiba-tiba menjerit histeris seperti orang kehilangan ingatan. Sehari sebelumnya lebih heboh lagi, sekitar 50 siswa kesurupan. Selain menjerit histeris, beberapa siswa menjadi beringas dan liar serta berlarian ke sana ke mari. Bahkan ada siswa yang terlihat liar, memanjat tempat berjualan makanan yang ada di areal sekolahan.
Mistis Dan Bukan Mistis
Sejumlah ahli psikologi, yang memiliki landasan pikir rasional berpendapat bahwa kerasukan terjadi karena jiwa yang labil. Bahkan, yang berorientasi ke psikologi Barat berpendapat, mereka mengalami trance lantaran keadaan jiwa yang masih labil. Pendapat tersebut jelas berbeda dengan para pakar yang memahaminya dari sudut pandang berbeda.
Seorang doktek ahli jiwa, dr Eko Susanto Marsoeki, SpKJ mengatakan, gejala kesurupan menunjukkan makin kompleksnya masalah yang dihadapi masyarakat. Beratnya beban masalah yang ditanggung membuat emosi orang meluap-luap dan tumpah dalam bentuk gejala-gejala yang tidak wajar, seperti berteriak-teriak atau bahkan pingsan. Misalnya, beban kenaikan harga bahan bakar minyak, yang disusul isu kenaikan tarif dasar listrik, yang telanjur menambah beban emosi. Psikolog Sartono Mukadis mengatakan, kesurupan sangat potensial menimpa orang-orang yang berpikiran labil. Menurutnya, sangat jarang murid yang badung pernah kesurupan. Itu karena anak seperti ini punya ketegaran dalam keyakinan, terlepas pikirannya itu salah atau benar.
Psikiater dari RSU Dr. Soetomo, Surabaya, dr. Nalini M Agung melihat kesurupan atas siswa di sejumlah sekolah bukan fenomena mistis dan tidak ada hubungannya dengan roh halus, seperti disebut-sebut dalam kejadian yang menimpa siswi di Jombang atau kasus lain seperti yang menimpa siswa SMA Pangudi Luhur, Yogyakarta. Fenomena sejenis bisa dibagi dua. Pertama, berkaitan dengan budaya trance (keadaan tak sadarkan diri) dalam tradisi kuda lumping. Yang menyerang siswa-siswa adalah masalah kesehatan mental yang dalam diagnosis gangguan jiwa disebut gangguan disosiatif. Disosiatif sebenarnya kecemasan hebat yang direpresi sedemikian rupa ke alam bawah sadar dan disalurkan dalam bentuk kesurupan atau kepribadian ganda. Media massa, terutama televisi, yang menayangkan gangguan disosiatif ini malah membuat penyebaran semakin luas dan seperti mewabah. Tayangan tersebut justru diterima masyarakat yang bepersepsi keliru tentang fenomena ini, lalu terjadi peniruan (copycat) oleh remaja-remaja lain di Indonesia. Ini fenomena copycat mass hysteria.
Psikolog dari Yogyakarta, TA Prapancha Hary melihat peristiwa itu secara berbeda dan lebih seimbang. Menurutnya, kehidupan kita saat ini tidak seimbang dan menimpa orang yang tingkat kesadarannya rendah. Tetapi ia percaya bahwa kehidupan di luar manusia itu ada. (Kompas, 24/03/06)
Penulis buku Kisah-Kisah Spiritual, Wisnu Prakarsa memang mengakui segi ilmu pengetahuan ilmiah memandang tubuh sebagai dasar utama dalam kehidupan. Maka segala analisa dan pemecahan masalah yang timbul selalu dimulai dari penelitian fungsi organ-organ didalam tubuh. Walaupun pengetahuan ilmiah telah berkembang dengan cepatnya, tetapi para ahli ilmiah masih mengakui adanya pengaruh unsur diluar tubuh seperti pikiran, kepribadian, karakter, sifat-sifat, pembawaan, dan sebagainya.
Walaupun telah menggunakan ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu psikologi, ternyata masih banyak misteri kehidupan yang belum terungkap dan sulit dijelaskan baik secara metode ilmiah dan cara psikologi. Untuk membantu pemecahan masalah yang belum terpecahkan, kiranya cara spiritual dan religius dapat dipertimbangkan sebagai salah satu alternatif tambahan. Sebagai contoh pada kasus pribadi ganda, walaupun telah banyak dipecahkan secara metode ilmiah dan cara psikologi. Ternyata masih banyak kasus lain yang mirip seperti kasus pribadi ganda. Kasus-kasus seperti masalah kesambet, kesurupan, kerasukan dan trance, sangat sulit bilamana hanya dipandang dan dipecahkan dengan cara metode ilmiah dan cara psikologi. Karena pada kasus kesurupan dan trance akan nyata bedanya, karena adanya keterlibatan unsur energi dari luar lainnya.
Konon, kita hidup di alam ini tidak hanya bersama sesama manusia, hewan dan tumbuhan, tetapi masih bersama makhluk lain yang menempati lapis alam yang lain. Kita manusia beserta hewan dan tumbuhan, hidup pada lapis yang dapat kita jangkau dengan pancaindera, plus tambahan peralatan seperti mikroskop. Di dalam sebuah bacaan lama buatan Belanda dijelaskan tentang makhluk halus. Dalam upaya penjelasan itu diceritakan, di sebuah kamar bola (mungkin ruang tempat main biliar ?) dipertunjukkan apa yang dapat manusia lihat dengan pertolongan sebuah mikroskop yang diproyeksikan ke layar: kelihatan makhluk-makhluk halus yang dalam bahasa Jawa disebut lelembut itu dalam ukuran yang lebih besar.
Kesimpulan yang ingin diajukan: lelembut itu adalah makhluk kecil-kecil tadi. Bukan roh, setan gentayangan, atau apa. Mikroskop mula-mula hanya menjangkau benda terkecil yang secara salah disebut atom alias tak bisa dibagi lagi. Dengan mikroskop lebih modern ternyata ada yang lebih kecil dari atom. Dengan perkembangan sekarang, entah sampai ukuran berapa, benda terkecil pun bisa dilihat. Soalnya, penemuan filter sekarang sampai yang terkecil, yang lubangnya tak kasatmata. Ada sarjana asal Desa Pengastulan, Buleleng, Bali, yang menemukan filter ajaib itu untuk kepentingan bisnis penyaringan yang memang memerlukan filter superkecil itu. Teori dan pendapat terus diuji kebenarannya. Dulu Margaret Mead juga berpendapat bahwa orang Bali berkepribadian terbelah (split personality) lantaran mereka sering kesurupan. Tanpa sebab, mereka tiba-tiba jatuh saat ada seminar atau apa lalu mengomel tak karuan.
Sunaryono Basuki KS yang hidup di Bali mengisahkan pengalamannya, mahasiswa di kampusnya sering ada yang mendadak mengalami kesurupan. Mereka yang mengalami kerasukan sudah berusia di atas 20 tahun. Kenyataan itu menyanggah teori tentang jiwa yang masih stabil. Percaya atau tidak, sebabnya justru dikait-kaitkan dengan kesalahan prosedur, misalnya sebelum mengadakan kegiatan tidak berdoa, pemberian sesaji pada tempat sembahyang serta beberapa tempat lain belum lengkap atau melakukan tindakan salah di tempat tertentu yang dianggap ada penunggunya. Dalam kondisi demikian jangan harap dokter bisa menyembuhkan, bukan lantaran pasien menolak dokter. Tetapi, kenyataannya, walaupun ditangani oleh dokter, tetap saja pasien tak sembuh.
Sunaryono yang tinggal di Palau Dewata, pada awalnya heran pada saat menjumpai fenomena kesurupan agak massal itu, justru seseorang pulang ke rumah mengambil peralatan sembahyang, juga tirta atau air suci. Seseorang itu lalu mengucapkan sejumlah doa dan percikan air suci, dan sembuhlah orang yang kesurupan itu. Sedangkan teman-teman lain yang merasa melakukan kesalahan prosedur itu segera pergi ke tempat ibadat lalu bersembahyang di pura dan di beberapa tempat penting lainnya. Kenyataan yang sungguh mengherankan, karena tidak masuk akal serta tidak bisa dipahami secara biasa.
Karena itu pula, jangan heran, jika di Bali menjumpai pemandangan sebelum mulai bekerja para pegawai, menuju pura untuk bersembahyang. Mereka mengenakan ikat pinggang dari kain yang disebut senteng. Jangan heran pula, jika menjumpai di kamar kerja orang Bali terdapat kotak yang disebut pelangkiran untuk menaruh canang atau sesaji dari bunga-bunga dan pegawai yang lulusan pendidikan tinggi itu bersembahyang di situ setelah menyalakan dupa. Tujuannya satu: berbagi ruang dengan para penghuni yang lain agar tak bertengkar. Orang Islam menyebutnya ahli bait, penghuni rumah, yang wajib disapa dengan salam. Jadi diakui adanya. Di Bali, itu hanyalah peristiwa sehari-hari. Percaya atau tidak, terserah (Kompas, 22/04/05)
Pandangan Gereja
Hingga saat ini, Gereja Katolik mengakui bahwa kerasukan setan merupakan peristiwa yang sangat nyata dan mungkin terjadi. Senjata ampuh untuk melawan godaan setan yang ganas ialah doa.
Apabila seseorang beriman beranggapan bahwa dirinya, teman atau menjumpai seseorang kerasukan setan dan hendak menemui imam untuk mendapatkan pertolongan, imam hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup mengenai fenomena kerasukan setan sehingga ia tahu benar apakah yang diperlukan untuk menolang orang itu hanyalah suatu doa sederhana atau apakah ia perlu merujuk orang tersebut kepada seorang psikolog atau kepada seorang eksorsis keuskupan. Inilah rekomendasi yang dikeluarkan Universitas Roma Regina Apostolorum yang membuka suatu kursus mengenai setanisme dan eksorsisme (= pengusiran setan) pada tanggal 17 Februari 2005.
Pastor Paolo Scarafoni, Rektor Universitas tersebut mengatakan, setanisme sedang marak sekarang ini. Ada banyak orang yang menghendaki pertolongan. Namun sesungguhnya, 85 hingga 90 persen dari orang-orang ini sama sekali tidak kerasukan ataupun mengalami gangguan setan; tetapi mereka membutuhkan seseorang untuk mendengarkan mereka; mereka membutuhkan doa; mereka membutuhkan jalan-jalan santai dan segelas air putih. Sebab itu, sungguh penting seorang imam mengetahui dengan benar bagaimana membedakan masalah kerasukan setan dari masalah psikologis biasa.
Pastor Gabriele Nanni, seorang eksorsis dan pakar sejarah ritus eksorsisme, mengatakan bahwa karena setan dan roh-roh jahat diusir dalam nama Yesus Kristus dan Gereja-Nya, maka setiap eksorsisme harus tunduk pada ketentuan-ketentuan Gereja dan seorang eksorsis - selalu seorang imam - harus memiliki wewenang yang jelas dari uskup setempat untuk melakukan ritus eksorsisme. “Jika seorang imam jatuh dalam kesombongan, maka roh-roh jahat dapat mengambil alih kuasanya. Jika seorang imam mengatakan, `Bapa Uskup mengatakan bahwa aku tak dapat melakukan eksorsisme ini, tetapi aku akan melakukannya juga,' maka itu adalah pelanggaran ketaatan dan iblis bersukacita karenanya.”
Lebih jauh Pastor Gabriel Nanni mengatakan bahwa mempelajari eksorsisme dan berkarya di antara orang-orang yang menganggap diri kerasukan setan adalah tidak berbahaya sepanjang imam terus mengarahkan matanya pada Kristus dan bertindak dalam ketaatan penuh pada Uskup. Perjalanan rohani seorang eksorsis adalah bagaikan prosesi malam Paskah di belakang lilin Paskah, “Jika kita mengenali terang, jika kita mengenali rahmat Tuhan dan mengikutinya, kita melihat kegelapan hanya di luar sudut mata kita. Tetapi, jika kita mengalihkan pandangan dari terang lilin, kita hanya melihat kegelapan”.(www.indocell.yesaya.com)
Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik no. 1172 artikel 1 mengakui itu dengan memberi catatan: “tiada seorang pun dengan legitim melakukan eksorsisme terhadap orang yang kerasukan, kecuali jika telah memperoleh ijin khusus dari Ordinaris wilayah”.
Sebagaimana dituliskan dalam Katekismus Gereja Katolik artikel 1673 yang menyatakan: Kalau Gereja secara resmi dan otoritatif berdoa atas nama Yesus Kristus, supaya seorang atau suatu benda dilindungi terhadap kekuatan musuh yang jahat dan dibebaskan dari kekuasaannya, orang lalu berbicara tentang eksosisme. Yesus telah melakukan doa-doa semacam itu. Gereja menerima dari Dia kekuasaan dan tugas untuk melaksanakan eksorsisme (Mk 1:25-26; 3:15; 6:7, 13; 16:17). Dalam bentuk sederhana eksorsisme dilakukan dalam upacara pembaptisan. Eksorsisme resmi atau yang dinamakan eksorsisme besar hanya dapat dilakukan oleh seorang imam dan hanya dengan persetujuan Uskup. Orang harus melakukannya dengan bijaksana dan harus memegang teguh peraturan-peraturan yang disusun Gereja. Eksorsisme itu digunakan untuk mengusir setan atau untuk membebaskan dari pengaruh setan, berkat otoritas rohani yang Yesus percayakan kepada GerejaNya. Lain sekali dengan penyakit-penyakit, terutama yang bersifat psikis, untuk menangani hal semacam itu adalah bidang kesehatan. Maka penting bahwa sebelum seorang merayakan eksorsisme, ia harus mendapat kepastian bagi dirinya bahwa yang dipersoalkan di sini adalah sungguh kehadiran musuh yang jahat dan bukan suatu penyakit. (KHK. 1172)
Masih seputar ritus resmi pengusiran setan, pada tahun 1999 lalu, Cardinal Medina Estevez dalam jumpa persnya di Vatican City menunjukkan pembaharuan dari Rituale Romanun (Ritus Romawi) yang telah dipakai oleh Gereja Katolik sejak tahun 1614. Versi baru ritus tersebut diluncurkan setelah lebih dari 10 tahun proses redaksional, yang kemudian disebut sebagai De Exorcismis et Supplicationibus Quibusdam, yang dikenal sebagai The Exorcism for The Upcoming Millennium (Pengusiran Setan untuk Menyambut Millenium Baru). Paus Yohanes Paulus II memaklumkan ritus eksorsisme baru, yang sekarang digunakan di seluruh dunia.
Fenomena kesurupan yang misterius memang menakutkan, mengejutkan dan mengerikan. Namun sebagai orang beriman hendaknya kita ingat apa yang dituliskan Paulus kepada Jemaat di Filipi 2:12: Hai saudara-saudaraku yang kekasih, tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar ! (A. Luluk Widyawan, Pr imam praja Keuskupan Surabaya tinggal di Ponorogo)
0 comments:
Posting Komentar