...Selamat Datang di Website Resmi Gereja St. Ignatius Paroki Administratif Krapyak - Semarang, Media Informasi Umat dan Gereja. Alamat Jl. Subali No 8 Krapyak-Semarang. Silahkan krim artikel, saran dan kritik ke komsos_st_ignatius[at]yahoo[dot]co[dot]id..

Jumat, 16 November 2012

Menyaksikan Mukjizat Tuhan (BKSN 2012)

Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) dimulai untuk pertama kalinya pada tahun 1975-1976. Selama 35 tahun banyak tema telah diolah untuk semakin menumbuhkan dan mengembangkan kecintaan umat pada Kitab Suci. Tahun 2011 yang lalu, kita diajak mendengarkan dan merenungkan perumpamaan-perumpamaan Yesus. Tahun ini, kita diajak mendengarkan dan merenungkan mukjizat-mukjizat yang dikerjakan-Nya.
Dalam karya Yesus, antara perumpamaan dan mukjizat memang tidak bisa dipisahkan. Keduanya menjadi unsur pokok dari karya publik Yesus. Perumpamaan merupakan bagian dari Sabda-sabda-Nya sedangkan mukjizat merupakan bagian dari karya-karya-Nya. Oleh karena itu, kiranya amat tepat kalau setelah tahun lalu membahas perumpamaan Yesus, BKSN tahun 2012 ini membahas mukjizat-mukjizat-Nya.
Mukjizat Yesus dalam Kitab Suci
Kalau kita membaca Injil, kita akan menemukan banyak kisah mukjizat yang dilakukan oleh Yesus. Memperhatikan begitu banyaknya mukjizat yang dibuat oleh Yesus, tampaknya kita perlu menyimpulkan bahwa karya mukjizat bukanlah pekerjaan sampingan saja. Mukjizat Yesus merupakan bagian integral dari seluruh karya pelayanan publik-Nya. Jika demikian, kita bisa bertanya: apa sebenarnya tugas utama yang mesti dilaksanakan oleh Yesus?

Misi Utama Yesus: Mewartakan Kerajaan Allah
Dalam penampilan perdana-Nya di depan publik, Yesus mengatakan, “Saatnya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk 1:15). Biasanya, kata-kata yang pertama kali diucapkan seorang tokoh menunjukkan sesuatu yang penting bagi tokoh tersebut. Kalau demikian, menurut Markus, Yesus mempunyai misi utama untuk mewartakan Kerajaan Allah karena kata-kata inilah yang diucapkan pertama kalinya saat Ia tampil di depan publik. Di tempat lain, ketika Yesus menyingkir ke tempat yang sunyi dan orang banyak datang mencari Dia serta berusaha menahan-Nya agar tidak meninggalkan mereka, Yesus menjawab, “Di kota-kota lain juga Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah, sebab untuk itulah Aku diutus” (Luk 4:42-43). Memperhatikan rumusan ini, kelihatan bahwa Yesus datang untuk mewartakan Kerajaan Allah.Sekarang, apa yang dimaksud dengan Kerajaan Allah itu? Dan, bagaimana Yesus melaksanakan tugas perutusan-Nya ini?

Arti Kerajaan Allah
Markus dan Lukas biasa menggunakan istilah Kerajaan Allah. Sementara itu, Matius seringkali menggunakan istilah Kerajaan Surga. Keduanya menunjuk hal yang sama. Dalam karya publik-Nya, Yesus berulangkali bicara tentang Kerajaan Allah, yang merupakan inti pewartaan-Nya. Namun, semuanya itu disampaikan dalam perumpamaan. “Kerajaan Surga itu seumpama ...” Tidak satu kali pun Yesus pernah menjelaskan apa itu Kerajaan Surga atau Kerajaan Allah. Sebab, “Semuanya itu disampaikan Yesus kepada orang banyak dalam perumpamaan, dan tanpa perumpamaan suatu pun tidak disampaikan-Nya kepada mereka” (Mat 13:34).
Kalau ditelusuri dari Perjanjian Lama, istilah persis, “Kerajaan Allah” memang tidak terdapat dalam Perjanjian Lama. Yang ada hanya ungkapan-ungkapan yang menunjuk bahwa “Allah meraja” atas umat-Nya. Tampaknya pada periode tertentu dalam sejarah bangsa Israel, terjadi perubahan dalam cara menyebut Allah yang berkarya. Penyebutan langsung nama Allah dihindarkan. Maka, istilah “Allah meraja” (Kel 15:18; Yes 24:23; 52:7; Yeh 20:33) diganti menjadi Kerajaan Allah, yang artinya sebenarnya sama saja. Kerajaan Allah menunjuk pada suasana di mana Allah meraja. Ia hadir, memimpin, ngayomi, dan menjamin kehidupan serta keselamatan umat-Nya.
Oleh karena itu, kalau Yesus mewartakan Kerajaan Allah, berarti Ia merwartakan bahwa Allah hadir dan meraja. Allah memimpin, ngayomi dan menjamin kehidupan serta keselamatan umat-Nya.

Bagaimana Yesus mewartakan Kerajaan Allah?
Secara singkat, dapat dikatakan bahwa Yesus mewartakan Kerajaan Allah melalui perkataan (sabda) dan tindakan (karya) yang dilakukan-Nya. Salah satu kisah yang bisa kita pakai sebagai dasar adalah peristiwa Yesus mengusir setan dan dituduh “Ia mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, pemimpin setan” (Luk 11:15 bdk. 11:28; Mat 12:24; Mrk 3:22). Tindakan/karya Yesus jelas, yakni Ia mengusir setan dan menyembuhkan orang yang kerasukan setan itu dari kebisuan dan ketulian. Namun, tanpa sabda yang menjelaskannya, orang tidak tahu dari mana asal kuasa Yesus dan apa maksud tindakan/karya-Nya itu. Maka, Yesus kemudian menjelaskan, “Jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Luk 11:20 bdk. Mat 12:28).
Dengan kata-kata/sabda itu, Yesus menegaskan dua hal. Pertama, kuasa yang memampukan Yesus mengusir setan bukanlah kuasa Beelzebul, melainkan kuasa Allah sendiri. Dengan sabda-Nya ini, kita tahu bahwa tindakan Yesus itu menghadirkan Allah yang berkuasa membebaskan orang dari roh jahat. Sebaliknya, jika Yesus hanya berkata-kata saja, tanpa tindakan nyata mengusir setan dan menyembuhkan orang tersebut, kata-kata Yesus hanya dianggap omong kosong belaka. Maka, keduanya saling melengkapi: tindakan meneguhkan perkataan; kata-kata menerangkan tindakan-Nya.
Yang kedua sabda Yesus tersebut juga menegaskan bahwa tindakan pengusiran setan ini merupakan tanda hadirnya Kerajaan Allah. Artinya, Allah hadir dan meraja sehingga kejahatan dikalahkan. Yesus tidak hanya datang untuk mewartakan Kerajaan Allah, tetapi juga menghadirkan Kerajaan Allah melalui tindakan-Nya.

Sebagai rangkuman, dapat dikatakan demikian: tindakan-tindakan Yesus yang menakjubkan, yang dalam hal ini kita sebut sebagai mukjizat, memainkan peranan integral dalam seluruh karya pelayanan Yesus. Mukjizat itu meneguhkan sabda yang disampaikan Yesus kepada banyak orang. Mukjizat itu juga sekaligus menjadi tanda datangnya Kerajaan Allah yang mengalahkan kuasa kejahatan yang menyengsarakan manusia.

Mukjizat pada masa kini
Sebagaimana sudah tersirat di sana sini, kisah-kisah mukjizat menimbulkan pertanyaan dalam diri banyak orang, khususnya manusia modern yang merasa diri sudah mempunyai jawaban atas segala persoalan hidup. Karena itu, sebelum kita melanjutkan perbincangan tentang mukjizat dalam kerangka Bulan Kitab Suci Nasional, sedikit kita singgung soal bagaimana pada zaman ini mukjizat bisa dipahami. Sebagian besar uraian tentang mukjizat di bawah ini diolah dari tulisan John P. Meier, Marginal Jew II, Vol II: Mentor; Message, and Miracle, hlm. 509-1038.

Apakah Mukjizat itu Mungkin?
Tindakan atau karya Yesus, khususnya mukjizat yang dibuat-Nya seringkali menimbulkan persoalan besar di dunia modern. Aneka pertanyaan bisa diajukan. Apakah mukjizat bisa terjadi? Apakah mukjizat itu memang terjadi? Apa yang sesungguhnya terjadi dengan peristiwa yang biasa dianggap sebagai mukjizat? Apakah Allah turut campur tangan dalam sejarah manusia dengan cara yang begitu istimewa? Apakah orang modern dengan semua informasi dan ilmu pengetahuan yang dimiliki masih dapat percaya adanya mukjizat? Bagaimana orang-orang zaman sekarang bisa memahami mukjizat itu?
Dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya kata ini secara tidak disadari sering kita pakai. Seorang mahasiswa yang lulus ujian meskipun ia kurang belajar dan merasa tidak bisa mengerjakan soal-soal dengan baik, bisa saja mengatakan, “Ini sungguh sebuah mukjizat!” Seorang yang mengalami kecelakaan mengerikan tetapi ternyata ia tidak cedera, mungkin juga akan berkomentar, “Ini sungguh sebuah mukjizat!” Seorang yang berulang kali terkena stroke tetapi tetap bisa pulih seperti sediakala, barangkali juga akan menyatakan, “Ini sungguh sebuah mukjizat!” Tetapi, apa itu sebuah mukjizat?

Kita ambil contoh kasus penyembuhan yang terjadi di Lourdes, Perancis. Di tempat Bunda Maria menampakkan diri kepada seorang gadis kecil bernama Bernadette Soubirous pada tahun 1858, banyak orang mengatakan bahwa dirinya disembuhkan. Pengakuan orang yang merasa disembuhkan ini kemudian diteliti oleh sebuah panitia di

Lourdes yang disebut Lourdes Medical Bureau yang terdiri dari para dokter dari berbagai spesialisasi, baik orang beriman maupun bukan orang beriman. Panitia ini bertugas meneliti kasus-kasus yang diajukan dan kemudian menilai apakah kesembuhan yang terjadi memang tidak bisa dijelaskan secara medis.Jika memang panitia menilai demikian, kasus ini diserahkan kepada sebuah komisi yang disebut International Lourdes Medical Committee yang berkedudukan di Paris, yang terdiri dari para ahli medis yang berpengalaman dari berbagai keyakinan. Mereka harus membuat penelitian lebih lanjut tentang kasus yang diajukan. Setelah penelitian yang berlangsung ± 5-10 tahun, barulah komisi ini bisa menyatakan bahwa penyembuhan ini secara medis tidak bisa diterangkan.
Setelah itu, kasus tersebut dibawa kepada otoritas gerejawi di mana orang yang disembuhkan tinggal. Selanjutnya, Uskup membentuk sebuah komisi keuskupan yang terdiri dari pada imam, para ahli hukum Gereja dan teologi untuk menyelidiki peristiwa ini. Komisi inilah yang akhirnya, setelah berkonsultasi dengan Tahta Suci, menyatakan bahwa penyembuhan itu memang sebuah mukjizat, “sebuah tanda dari Allah sendiri.” Sejak tahun 1858 sampai sekarang ini, ada sekitar 7.000 kasus yang masuk kategori „secara medis tidak dapat diterangkan‟.
Bagi orang beriman Kristiani, kesembuhan yang „secara medis tidak dapat diterangkan‟ ini, disebut sebagai mukjizat. Sementara itu, bagi orang yang tidak beriman, cukup dikatakan sebagai kesembuhan yang „secara medis tidak dapat diterangkan‟. Jadi, mukjizat itu merupakan istilah teologis bagi orang beriman yang percaya akan campur tangan dan karya Tuhan yang menakjubkan. Bagi orang beriman, mukjizat itu mungkin terjadi.

Memahami mukjizat dalam terang imanMukjizat itu berkaitan dengan iman. Sebab, hanya orang beriman yang dapat berkata, “Ini mukjizat! Allah campur tangan dan berkarya secara menakjubkan dalam perisitwa ini.” Orang yang tidak beriman, tidak akan mengatakan bahwa suatu peristiwa yang menakjubkan itu sebagai mukjizat. Peristiwa itu hanya kebetulan atau sesuatu yang tidak bisa diterangkan. Itu saja.
Bagi Yesus dan orang-orang sezaman-Nya, mukjizat adalah tanda. Mukjizat berbicara mengenai sesuatu dan mengenai seseorang.2 Maka, sangat penting mengubah pertanyaan mengenai mukjizat. Mungkin baik kalau diberikan contoh untuk membandingkan. Seorang guru ilmu hayat memberikan bunga kepada seorang murid. Pertanyaan yang muncul tentulah, “Apa ini?” Sementara itu, jika seorang pemuda memberikan bunga kepada seorang pemudi, pertanyaannya menjadi lain, “Apa maksudnya?” Dalam kasus pertama, yang diperhatikan ialah bunga sebagai suatu benda, sedangkan dalam kasus kedua lebih berhubungan dengan bunga sebagai tanda yang membawa pesan atau makna tertentu. (Suharyo, I., Pengantar Injil Sinoptik, Yogyakarta: Kanisius 1989, hlm. 136-137)
Kalau mukjizat itu adalah tanda, apa yang mau ditandakan? Pernyataan ini hanya bisa dijawab secara umum. Untuk menjawab pertanyaan itu, sekali lagi kita kembali kepada rumusan yang pemah dipakai oleh Yesus untuk menjelaskan mukjizat pengusiran setan yang baru saja dilakukan-Nya, “Jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Luk 11:20). Apa artinya kalau dikatakan „Kerajaan Allah sudah datang‟? Secara sederhana bisa dikatakan bahwa Allah meraja berarti Allah hadir untuk melindungi manusia dari kuasa kejahatan sehingga hidup dan keselamatan manusia terjamin.
Kalau mukjizat adalah tanda, maka yang penting bukan peristiwanya tetapi makna atau pesan yang hendak disampaikan. Maka, seandainya peristiwa yang pada zaman penulis injil dianggap mukjizat ternyata bukan mukjizat, hal ini pun tidak perlu dirisaukan. Yang penting adalah pesan yang mau disampaikan lewat peristiwa-peristiwa mukjizat dapat sampai dan tetap berlaku bagi orang beriman.
Sebuah catatan kecil mungkin baik disampaikan di sini. Seringkali dikatakan bahwa orang modern tidak bisa percaya kepada mukjizat. Namun, sebuah survey di Amerika yang dibuat oleh George Gallup pada tahun 1989, menyatakan bahwa 82% orang Amerika percaya akan adanya mukjizat. Bagi mereka, bahkan sampai sekarang, masih diyakini bahwa mukjizat itu terjadi oleh kuasa Allah sendiri yang mengatasi kemampuan manusiawi. Selain itu, majalah Newsweek edisi 1 Mei 2000 juga menyampaikan hasil sebuah jajak pendapat yang menyatakan bahwa 84% orang Amerika dewasa percaya bahwa Allah mengadakan mukjizat, 48% dari antaranya mengaku pernah menyaksikan mukjizat itu.
Kalau demikian, rasanya memang masih benar apa yang dilantunkan banyak orang ...

Tak terbatas kuasa-Mu Tuhan, semua dapat Kau lakukan
apa yang kelihatan mustahil bagiku itu sangat mungkin bagimu
.... mukjizat itu nyata


Selamat Ber-BKSN!!

Artikel ini disarikan dari buku panduan BKSN 2012: Menyaksikan Mukjizat Tuhan.

 
Modified by Team Komsos | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls