ADA empat perumpamaan yang dipilih untuk dijadikan bahan renungan serta pembelajaran bersama dalam Bulan Kitab Suci ini, yaitu: Orang Samaria Yang Baik Hati (Luk.10:25-37), Anak Yang Hilang (Luk 15:1-32), Lalang di Ladang Gandum (Mat. 13:24-30) dan Pengampunan (Mat. 18:21-35).
Kedua perumpamaan yang pertama hanya terdapat di dalam Injil Lukas, sedang kedua perumpamaan terakhir hanya terdapat di dalam Injil Matius. Pemilihan keempat perumpamaan tersebut didasari oleh isinya yang relevan untuk situasi kita bersama saat ini. Kita mencoba bersama-sama menggali pesan-pesan perumpamaan dalam bentuk sharing, berbagi pengalaman dan berbagi pendapat.
Perumpamaan tenang Orang Samaria Yang Baik Hati (Lukas 10:25-37) mengundang kita untuk memahami ajaran Yesus tentang “bertindak sebagai sesama”. Masyarakat kita saat ini mudah dikotak-kotakkan berdasarkan etnis, agama, kedudukan, status, kekayaan, pendidikan dan sebagainya. Situasi terkotak-kotak tersebut kerap kali membuat orang cenderung bertanya siapakah lawan dan siapakah kawan? Dengan perumpamaan itu, Yesus mengajak kita keluar dari pertanyaan “siapakah sesamaku manusia” dan beralih ke pertanyaan “bagaimana aku dapat menjadi sesama”. Bagi kita, semua manusia adalah sesama. Yang lebih penting adalah mencari cara agar kita dapat menjadi sesama yang baik bagi yang lain, terutama bagi sanak saudara yang menderita dan membutuhkan pertolongan. Bukan seperti pada agama lain yang lebih menekankan bahwa yang menjadi saudara dan sesama adalah hanya yang seagama saja.
Perumpamaan tentang “Anak Yang Hilang” (Lukas 15:1-32) terdiri atas tiga perumpamaan untuk mengingatkan kita pada upaya Allah untuk mencari para pendosa dan menyelamatkan mereka. Perumpamaan ini diawali dengan kritik orang-orang Farisi dan ahli Taurat terhadap Yesus yang menerima para pendosa dan bahkan makan bersama mereka. Di zaman sekarang banyak orang merasa diri bersih dan merasa berhak menghakimi orang lain yang dianggapnya pendosa. Kita bisa melihat masyarakat Indonesia yang secara sekilas dari luar sangat agamis dan menganggap paling suci dan baik, tetapi kenyataannya penuh kebusukan, kemunafikan, korupsi dan sebagainya, sangat mirip dengan situasi pada zaman Yesus. Yesus mengingatkan kita agar meninggalkan sifat sombong dan suka merendahkan mereka yang kita anggap berdosa. Kita perlu meniru sikap Allah yang ditunjukkan oleh Yesus, yaitu mengharapkan para pendosa bertobat dan menerimanya sebagai umatNya.
Ilustrasi Pertemuan Pendalaman Kitab Suci
Perumpamaan tentang Lalang di Ladang Gandum (Matius 13:24-30) menunjukkan kepada kita kenyataan di dunia ini, dimana orang jahat dan orang baik hidup bersama. Ada kekhawatiran bahwa orang-orang baik akan tergoda menjadi jahat. Hamba-hamba pemilik ladang di dalam perumpamaan ini mewakili keinginan banyak orang di zaman kita untuk mengenyahkan para pendosa dari antara umat Allah. Namun, pemilik kebun tidak mengizinkan mereka mencabuti lalang dari gandum. Biarlah semuanya tumbuh bersama sampai saat pengadilan terakhir. Lalang tidak mungkin berubah menjadi gandum, tetapi kaum pendosa masih mungkin menjadi orang baik.
Perumpamaan tentang pengampunan (Matius 18:21-35) menegaskan gambaran Allah yang maha pengampun, yang menghendaki agar umatNya mampu saling mengampuni. Alasan dasar dari semangat pengampunan adalah karena Allah telah lebih dahulu mengampuni kita. Sebagai orang yang sudah diampuni seharusnya kita pun bersedia mengampuni sesama.
Pesan dari keempat perumpamaan tersebut di atas, terjalin erat dan saling melengkapi. Diharapkan keempat perumpamaan tersebut mengingatkan kita akan keprihatinan di zaman sekarang dan mengundang kita untuk mencari jalan keluarnya. kita diharapkan untuk membangun dunia yang lebih baik, yang saling mengasihi dan mengampuni. Tanpa ada semangat kasih dan pengampunan, tidak pernah akan ada damai di dunia ini. Keempat perikop di atas menjadi bahan pertemuan dan pendalaman selama bulan September.
sumber:
http://luminareminus.wordpress. com/ 2011/08/23/materi-pendalaman-kitab-suci-bulan-kitab-suci-nasional-2011/
Kedua perumpamaan yang pertama hanya terdapat di dalam Injil Lukas, sedang kedua perumpamaan terakhir hanya terdapat di dalam Injil Matius. Pemilihan keempat perumpamaan tersebut didasari oleh isinya yang relevan untuk situasi kita bersama saat ini. Kita mencoba bersama-sama menggali pesan-pesan perumpamaan dalam bentuk sharing, berbagi pengalaman dan berbagi pendapat.
Perumpamaan tenang Orang Samaria Yang Baik Hati (Lukas 10:25-37) mengundang kita untuk memahami ajaran Yesus tentang “bertindak sebagai sesama”. Masyarakat kita saat ini mudah dikotak-kotakkan berdasarkan etnis, agama, kedudukan, status, kekayaan, pendidikan dan sebagainya. Situasi terkotak-kotak tersebut kerap kali membuat orang cenderung bertanya siapakah lawan dan siapakah kawan? Dengan perumpamaan itu, Yesus mengajak kita keluar dari pertanyaan “siapakah sesamaku manusia” dan beralih ke pertanyaan “bagaimana aku dapat menjadi sesama”. Bagi kita, semua manusia adalah sesama. Yang lebih penting adalah mencari cara agar kita dapat menjadi sesama yang baik bagi yang lain, terutama bagi sanak saudara yang menderita dan membutuhkan pertolongan. Bukan seperti pada agama lain yang lebih menekankan bahwa yang menjadi saudara dan sesama adalah hanya yang seagama saja.
Perumpamaan tentang “Anak Yang Hilang” (Lukas 15:1-32) terdiri atas tiga perumpamaan untuk mengingatkan kita pada upaya Allah untuk mencari para pendosa dan menyelamatkan mereka. Perumpamaan ini diawali dengan kritik orang-orang Farisi dan ahli Taurat terhadap Yesus yang menerima para pendosa dan bahkan makan bersama mereka. Di zaman sekarang banyak orang merasa diri bersih dan merasa berhak menghakimi orang lain yang dianggapnya pendosa. Kita bisa melihat masyarakat Indonesia yang secara sekilas dari luar sangat agamis dan menganggap paling suci dan baik, tetapi kenyataannya penuh kebusukan, kemunafikan, korupsi dan sebagainya, sangat mirip dengan situasi pada zaman Yesus. Yesus mengingatkan kita agar meninggalkan sifat sombong dan suka merendahkan mereka yang kita anggap berdosa. Kita perlu meniru sikap Allah yang ditunjukkan oleh Yesus, yaitu mengharapkan para pendosa bertobat dan menerimanya sebagai umatNya.
Ilustrasi Pertemuan Pendalaman Kitab Suci
Perumpamaan tentang Lalang di Ladang Gandum (Matius 13:24-30) menunjukkan kepada kita kenyataan di dunia ini, dimana orang jahat dan orang baik hidup bersama. Ada kekhawatiran bahwa orang-orang baik akan tergoda menjadi jahat. Hamba-hamba pemilik ladang di dalam perumpamaan ini mewakili keinginan banyak orang di zaman kita untuk mengenyahkan para pendosa dari antara umat Allah. Namun, pemilik kebun tidak mengizinkan mereka mencabuti lalang dari gandum. Biarlah semuanya tumbuh bersama sampai saat pengadilan terakhir. Lalang tidak mungkin berubah menjadi gandum, tetapi kaum pendosa masih mungkin menjadi orang baik.
Perumpamaan tentang pengampunan (Matius 18:21-35) menegaskan gambaran Allah yang maha pengampun, yang menghendaki agar umatNya mampu saling mengampuni. Alasan dasar dari semangat pengampunan adalah karena Allah telah lebih dahulu mengampuni kita. Sebagai orang yang sudah diampuni seharusnya kita pun bersedia mengampuni sesama.
Pesan dari keempat perumpamaan tersebut di atas, terjalin erat dan saling melengkapi. Diharapkan keempat perumpamaan tersebut mengingatkan kita akan keprihatinan di zaman sekarang dan mengundang kita untuk mencari jalan keluarnya. kita diharapkan untuk membangun dunia yang lebih baik, yang saling mengasihi dan mengampuni. Tanpa ada semangat kasih dan pengampunan, tidak pernah akan ada damai di dunia ini. Keempat perikop di atas menjadi bahan pertemuan dan pendalaman selama bulan September.
sumber:
http://luminareminus.wordpress. com/ 2011/08/23/materi-pendalaman-kitab-suci-bulan-kitab-suci-nasional-2011/
0 comments:
Posting Komentar